Ramai orang yang ingin jadi pemimpin. Motif mereka pun bermacam-macam. Ada yang hanya ingin mendapatkan status, kemudahan, kehormatan, dan nama besar. Namun begitu, ada juga yang benar-benar tulus, ingin membuat perubahan agar masyarakatnya menjadi lebih baik.
Berbagai ragam motivasi tersebut melahirkan model dan gaya kepemimpinan yang bermacam-macam. Model pemimpin yang pertama biasanya sangat hati-hati, tidak banyak mengambil keputusan yang berisiko, agar kedudukannya tetap stabil.
Dia menginginkan suasana stabil dan tenang; memerlukan anak buah yang setia dan menuruti perintahnya, sekalipun tidak bijak. Malah orang pintar dan orang yang berkedudukan diperhatikan dan dilemahkan, bahkan dibuang jauh.
Secara sederhana, hebat atau tidaknya seorang pemimpin dapat dilihat dari orang-orang yang mengelilingnya. Jika mereka rendah dari sudut prestasi, maka kualiti pemimpin itu pasti rendah dan tidak bermutu, begitu pula sebaliknya.
Dalam pelbagai kesempatan, saya bertanya kepada perwakilan daerah, mengapa mereka tidak memilih orang yang pandai bercakap dan pintar. Mereka pun berdalih, jika tidak setia, orang yang pandai bercakap dan pintar pasti akan menyusahkan dan membuat birokrasi tidak bergerak dengan lancar. Hasilnya, orang bodoh pun masih beruntung dan tetap laku, asalkan setia. Model kepemimpinan tersebut pasti melahirkan sikap munafik, kesetiaan yang palsu, pengampu, bahkan keruntuhan akhlak.
Lain halnya dengan pemimpin revolusioner. Dia adalah pemimpin yang kaya idea, mahu berjuang untuk mewujudkan ideanya, dan yang terpenting, dia selalu berani mengambil risiko atas pelaksanaan ideanya itu.
Pemimpin revolusioner menyukai orang-orang yang memiliki kelebihan, meskipun mempunyai kelayakan melebihi kelayakan dirinya. Dia tidak memikirkan kedudukan. Dia melihat bahawa keberhasilan kepemimpinannya akan terjadi jika disokong oleh orang-orang yang berkualiti tinggi, dan bukan hanya orang-orang yang berbekalkan kesetiaan. Walaupun kesetiaan dianggap perlu, maka bukan kesetiaan terhadap pemimpinnya, tetapi terhadap visi atau cita-cita besarnya.
Di bawah pemimpin revolusioner, orang pintar dan orang yang memiliki kemahiran dan kepakaran yang tinggi sangat beruntung. Mereka dihormati dan diberi ruang untuk mengekspresikan kepintaran dan kemahirannya. Bahkan, diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya.
Sayang sekali, model pemimpin revolusioner tidak muncul di banyak tempat. Yang banyak muncul ialah pemimpin yang ingin mendapatkan kemudahan, kesenangan, status, kehormatan, dan berbagai kenikmatan. Namun, kita tetap merindukan dan menunggu kehadiran pemimpin revolusioner itu.
Berbagai ragam motivasi tersebut melahirkan model dan gaya kepemimpinan yang bermacam-macam. Model pemimpin yang pertama biasanya sangat hati-hati, tidak banyak mengambil keputusan yang berisiko, agar kedudukannya tetap stabil.
Dia menginginkan suasana stabil dan tenang; memerlukan anak buah yang setia dan menuruti perintahnya, sekalipun tidak bijak. Malah orang pintar dan orang yang berkedudukan diperhatikan dan dilemahkan, bahkan dibuang jauh.
Secara sederhana, hebat atau tidaknya seorang pemimpin dapat dilihat dari orang-orang yang mengelilingnya. Jika mereka rendah dari sudut prestasi, maka kualiti pemimpin itu pasti rendah dan tidak bermutu, begitu pula sebaliknya.
Dalam pelbagai kesempatan, saya bertanya kepada perwakilan daerah, mengapa mereka tidak memilih orang yang pandai bercakap dan pintar. Mereka pun berdalih, jika tidak setia, orang yang pandai bercakap dan pintar pasti akan menyusahkan dan membuat birokrasi tidak bergerak dengan lancar. Hasilnya, orang bodoh pun masih beruntung dan tetap laku, asalkan setia. Model kepemimpinan tersebut pasti melahirkan sikap munafik, kesetiaan yang palsu, pengampu, bahkan keruntuhan akhlak.
Lain halnya dengan pemimpin revolusioner. Dia adalah pemimpin yang kaya idea, mahu berjuang untuk mewujudkan ideanya, dan yang terpenting, dia selalu berani mengambil risiko atas pelaksanaan ideanya itu.
Pemimpin revolusioner menyukai orang-orang yang memiliki kelebihan, meskipun mempunyai kelayakan melebihi kelayakan dirinya. Dia tidak memikirkan kedudukan. Dia melihat bahawa keberhasilan kepemimpinannya akan terjadi jika disokong oleh orang-orang yang berkualiti tinggi, dan bukan hanya orang-orang yang berbekalkan kesetiaan. Walaupun kesetiaan dianggap perlu, maka bukan kesetiaan terhadap pemimpinnya, tetapi terhadap visi atau cita-cita besarnya.
Di bawah pemimpin revolusioner, orang pintar dan orang yang memiliki kemahiran dan kepakaran yang tinggi sangat beruntung. Mereka dihormati dan diberi ruang untuk mengekspresikan kepintaran dan kemahirannya. Bahkan, diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya.
Sayang sekali, model pemimpin revolusioner tidak muncul di banyak tempat. Yang banyak muncul ialah pemimpin yang ingin mendapatkan kemudahan, kesenangan, status, kehormatan, dan berbagai kenikmatan. Namun, kita tetap merindukan dan menunggu kehadiran pemimpin revolusioner itu.
No comments:
Post a Comment